Perbedaan Pajak Final dan Non-Final: Contoh dan Skemanya

Perbedaan Pajak Final dan Non-Final: Contoh dan Skemanya

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan dan pelayanan publik. Dalam sistem perpajakan, dikenal berbagai jenis pajak, salah satunya dibedakan berdasarkan cara pemungutan dan pelaporannya, yaitu pajak final dan pajak non-final. Memahami perbedaan antara keduanya penting bagi wajib pajak agar dapat melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar.

Pajak final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif tertentu atas penghasilan tertentu dan pemenuhan kewajiban pajaknya dianggap selesai setelah pemotongan atau pembayaran. Artinya, penghasilan yang sudah dikenakan pajak final tidak akan digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Dengan kata lain, pajak yang telah dibayarkan tidak dapat dikreditkan atau diperhitungkan kembali.

Sementara itu, pajak non-final adalah pajak yang pembayarannya masih perlu diperhitungkan kembali pada akhir tahun pajak dalam SPT. Pajak yang telah dipotong atau dibayarkan selama tahun berjalan akan menjadi kredit pajak dan diperhitungkan dengan total pajak terutang pada akhir tahun. Jika total pajak yang telah dibayarkan lebih besar dari pajak terutang, maka akan terjadi lebih bayar, yang dapat dikembalikan atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Sebaliknya, jika kurang bayar, wajib pajak harus melunasinya.

Contoh Pajak Final dan Skemanya

Beberapa contoh pajak final yang umum dijumpai antara lain:

  • Pajak Penghasilan (PPh) Final atas Bunga Deposito: Bunga yang diterima dari deposito dikenakan PPh final dengan tarif tertentu. Bank akan memotong pajak ini secara langsung saat pembayaran bunga dan wajib pajak tidak perlu melaporkannya lagi dalam SPT.
  • PPh Final atas Hadiah Undian: Hadiah undian juga dikenakan PPh final. Pihak penyelenggara undian akan memotong pajak ini sebelum memberikan hadiah kepada pemenang.
  • PPh Final atas Sewa Tanah dan Bangunan: Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan dikenakan PPh final. Penyewa akan memotong pajak ini setiap kali membayar sewa dan wajib pajak yang menyewakan tidak perlu memperhitungkannya lagi dalam SPT.
  • PPh Final atas Transaksi Saham di Bursa Efek: Keuntungan dari penjualan saham di bursa efek dikenakan PPh final dengan tarif tertentu.

Contoh skema pajak final: Anda menerima bunga deposito sebesar Rp 10.000.000. Jika tarif PPh final atas bunga deposito adalah 20%, maka bank akan memotong pajak sebesar Rp 2.000.000. Anda menerima bunga bersih sebesar Rp 8.000.000 dan tidak perlu melaporkan penghasilan ini lagi dalam SPT.

Contoh Pajak Non-Final dan Skemanya

Beberapa contoh pajak non-final yang umum dijumpai antara lain:

  • PPh Pasal 21: PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan yang diterima oleh karyawan. Perusahaan akan memotong PPh Pasal 21 setiap bulan dan melaporkannya ke negara. Pada akhir tahun, PPh Pasal 21 yang telah dipotong akan diperhitungkan kembali dalam SPT tahunan karyawan.
  • PPh Pasal 23: PPh Pasal 23 adalah pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri berupa dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa. Pihak yang membayarkan penghasilan akan memotong PPh Pasal 23 dan melaporkannya ke negara.
  • PPh Pasal 25: PPh Pasal 25 adalah angsuran PPh yang dibayarkan setiap bulan oleh wajib pajak badan. Pembayaran PPh Pasal 25 ini akan diperhitungkan kembali dalam SPT tahunan badan.

Contoh skema pajak non-final: Anda bekerja sebagai karyawan dan setiap bulan dipotong PPh Pasal 21 oleh perusahaan. Pada akhir tahun, perusahaan memberikan bukti potong PPh Pasal 21. Anda menggunakan bukti potong ini untuk mengisi SPT tahunan dan menghitung total pajak terutang. Jika total pajak yang telah dibayarkan melalui pemotongan PPh Pasal 21 lebih besar dari pajak terutang, Anda akan menerima kelebihan pembayaran pajak.

Perbedaan Utama Antara Pajak Final dan Non-Final

Perbedaan utama antara pajak final dan non-final terletak pada cara pemungutan dan pelaporannya. Pajak final bersifat self-assessment, dimana kewajiban pajak dianggap selesai setelah pemotongan atau pembayaran. Sementara itu, pajak non-final bersifat withholding tax dan masih perlu diperhitungkan kembali dalam SPT.

Perbedaan lain yang perlu diperhatikan adalah pada penghitungan Pajak Penghasilan. Pajak final dikenakan atas jenis penghasilan tertentu, sehingga penghitungannya lebih sederhana. Pajak non-final memerlukan perhitungan yang lebih kompleks karena melibatkan berbagai jenis penghasilan dan pengurangan yang diperbolehkan.

Pentingnya Memahami Perbedaan Pajak

Memahami perbedaan antara pajak final dan non-final sangat penting bagi wajib pajak. Dengan pemahaman yang baik, wajib pajak dapat:

  • Melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu.
  • Menghindari kesalahan dalam pelaporan SPT.
  • Memanfaatkan insentif pajak yang tersedia.
  • Merencanakan keuangan dengan lebih baik.

Bagi perusahaan, pengelolaan pajak yang efektif juga sangat penting. Perusahaan perlu memastikan bahwa pemotongan dan pelaporan pajak dilakukan dengan benar. Untuk membantu perusahaan dalam mengelola penggajian dan pajak karyawan, banyak perusahaan saat ini menggunakan aplikasi penggajian yang dapat mengotomatiskan proses perhitungan dan pelaporan pajak. Selain itu, untuk pengelolaan keuangan perusahaan yang lebih komprehensif, perusahaan dapat mempertimbangkan penggunaan layanan dari software house terbaik yang dapat menyediakan solusi perangkat lunak yang sesuai dengan kebutuhan bisnis. Dengan pengelolaan pajak yang baik, perusahaan dapat terhindar dari sanksi dan denda dari otoritas pajak.

Memahami perbedaan pajak final dan non-final adalah langkah awal untuk menjadi wajib pajak yang patuh dan bertanggung jawab. Dengan pemahaman yang baik, Anda dapat mengelola keuangan dengan lebih baik dan menghindari masalah dengan otoritas pajak.

artikel_disini